Facebook dikenal sebagai salah satu platform media sosial paling beken di dunia maya. Sejak Facebook yang begitu dominan di Indonesia, ternyata punya istilah-istilah tertentu untuk mengenali kelompok-kelompok pembentuk opini yang memiliki klasifikasi sendiri yang mungkin selama ini jarang warganet Indonesia mengerti apalagi pahami perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
Untuk memahami dan mengerti perbedaan satu dan lainnya, berikut klasifikasi para pembentuk opini di media sosial:
1. buzzer. Ini adalah sekumpulan orang, yang biasanya followernya kecil saja, tapi dia cukup rajin dan konsisten posting di berbagai topik, salah satunya topik politik. Buzzer ini cukup mudah kita temukan di timeline.
Ada memang buzzer yang tak dibayar. Tapi selayaknya orang tak dibayar, pasti dia punya kegiatan lain sehari-harinya untuk mencari nafkah. Maka mudah saja mengidentifikasi buzzer berbayar, yaitu dia konsisten tanpa henti mengangkat tagar atau percakapan tertentu nonstop 24 jam. Dari mana lagi uangnya kalau bukan dari menjual opininya?
Terus bagi yang tidak bersedia dibayar, apa imbalan mereka? Biasanya mereka menginginkan kedekatan dengan tokoh yang mereka dukung. Ada yang ingin punya banyak kenalan dengan bergabung dengan relawan lainnya. Ada pula yang ikutan karena bagi yang bergabung, diberikan pelatihan yang mendapat sertifikat. Sertifikat ini kemudian disimpan jadi kenang-kenangan untuk ditunjukkan ke anak cucu, atau bahkan jadi modal melamar pekerjaan
2. Quiz Hunter. Mereka tidak menjual opininya, tapi bersedia ngepost nyaris apapun demi mengikuti undian berhadiah. Kalau beruntung, hidupnya bisa lebih makmur dari buzzer. Kok bisa? Ya karena hadiah yang disediakan oleh berbagai sayembara, atau bahasa kerennya giveaway, bisa bernilai sangat tinggi. Asal rutin saja mengikuti kuis, pasti bisa hidup dari situ. Apa imbal balik bagi penyelenggara kuis? Ya mereka yang mengikuti kuis harus patuh kepada komando penyelenggara GA, ngpost apapun yang diperintahkan.
3. Influencer. Ini biasanya orang-orang yang cukup terkenal. Namun biasanya juga tidak punya bidang spesifik tertentu untuk dibicarakan. Yang jelas apapun yang mereka posting menjadi booming. Umumnya ini selebritis yang wara wiri di layar kaca, atau musisi, atau apapun yang punya nilai awareness yang tinggi. Penampilannya menarik, sehingga apapun yang keluar dari mulutnya, akan diikuti membabi buta oleh penggemarnya. Salahkah si influencer? Ya jelas tidak salah. Kalaupun ada yang harus dipersalahkan ya itu penggemarnya, kenapa mau begitu saja diberikan contoh oleh idolanya.
4. Beda lagi KOL alias Key Opinion Leader. Biasanya mereka ahli-ahli dalam bidang tertentu saja. Karena sifatnya otoritatif, yang ia omongkan di bidang yang spesifik tersebut pasti akan dipercaya. Biasanya para akademisi, pejabat-pejabat di posisi yang cukup tinggi, atau para penerima penghargaan bidang tertentu, cocok dijadikan KOL. Sekali KOL ngomong, maka para influencer dan buzzer akan mengikutinya, sehingga tercipta multiplier effect.
Tapi susahnya, kalau ia ditarik ke bidang lain yang tidak ia kuasai, maka opini si KOL langsung ga dianggep. Beda dengan influencer yang jauh lebih luwes karena sejatinya adalah penarik perhatian massa secara alami.
5. Lalu ada lagi Content Creator. Kelompok ini ada di kasta berbeda, karena ada atau tidak ada pesanan opini berbayar, dia akan jalan terus mengupdate banyak hal menarik yang ia ciptakan sendiri, bukan sekedar share link berita atau menjual sensasi saja layaknya influencer. Ia jadi terkenal bukan karena sering muncul di media massa, namun bisa menciptakan konten-konten yang punya pelanggan tetap dan fanatik.
6. Lalu terakhir, community manager. Mereka yang menggerakkan berbagai orang-orang di atas menjadi gerakan tertentu. Mereka bukan dibayar bukan untuk keahliannya mengarahkan opini, namun kemampuannya mengarahkan para penggerak opini.